Mengapa Dapur Hangus?

Saya bukan Farah Quinn, bukan pula Rinrin Marinka. Saya bukan Nyonya Liem, apalagi Sisca Soewitomo. Saya bukan chef, koki, ataupun tukang masak, bukan pula peserta masterchef. Saya hanya ibu rumah tangga yang cupu dalam memasak tapi tetap baik hati (ehem… :D).

Satu setengah tahun lalu, saya dipaksa untuk belajar memasak, tepatnya ketika putri pertama saya mulai tahap makanan pendamping asi (MPASI). Saya mulai sedikit rajin browsing resep MPASI dan mulai belajar memasak. Sedikitttt saja, karena ada yang lebih menguras perhatian dengan bermain di social media. Artinya, motivasi saya belum kuat, banyak godaan untu mengakrabi dapur.

Empat tahun lalu sebenarnya saya sering berkutat di dapur. Saat itu kami baru saja menikah dan pindah ke daerah yang susah mendapatkan warung makanan, jauh dari keramaian. Mau tak mau saya memasak untuk makan pagi. Masakan pertama saya, telur dadar pedas. Hasilnya? Go to the song alias gosong hihihi… Setelah itu masakan saya hanya berkutat di tempe, tahu, sambel terasi, ikan asin, sayur asem, omelet, dan telur goreng saja. Tentu saja itu belum cukup membuat saya ingin belajar memasak.

Enam tahun yang lalu saya begitu kagum pada seorang teman yang bisa membuat brownies enak. “Keren banget!” batin saya dalam hati ketika itu. Wajar sekali karena saat itu saya cuma bisa merebus air dan memasak mi instan  saja. Saat itu saya tak terpikir untuk belajar memasak, apalagi membuat kue. Dapur adalah tempat yang paling tidak akan saya jamah ketika itu.

***

Mengapa blog ini bernama Dapur Hangus?

Tiga bulan setelah menikah (sebelum kasus telur go to the song), dapur kami memang hangus dalam arti sebenarnya. Kompor hadiah pernikahan dari teman SMA saya bocor dan terbakar. Melihat api yang mulai menjilat, ditambah dapur yang tak berventilasi membuat suami saya panik dan langsung menyiramkan air seember ke kompor. Api tak kunjung mati.

Herannya saya tenang saja dan membasahi kain lalu menutupkannya ke kompor. Api langsung padam, kompor gosong dan dapur kami hangus. Saya ingat betul kalimat yang saya ucapkan ke suami, “Pramuka dari mana yang menyiram api langsung dengan air.” Kami terbahak, kejadian dapur hangus itu tak terlupakan bagi saya.

***

Sampai detik saya menulis ini, saya masih tak suka memasak. Bagi saya banyak kegiatan lain yang lebih menyenangkan ketimbang di dapur. Tapi keadaan membuat saya terpaksa memasak, saya tak punya uang segudang untuk makan enak di restoran setiap hari. So, saya harus memasak masakan yang enak. Terpaksa, tapi terpaksa yang berguna :).

Motivasi utama saya membuat blog ini sebenarnya untuk mendorong diri sendiri untuk lebih sering memasak makanan enak. Setidaknya agar saya punya  kebanggaan. Masa udah ga kaya, ga punya uang, ga cantik, ga ngetop, ga kerja masih ditambah lagi ga bisa masak, duh, kayaknya kok nista banget ya (kasian banget ga sih hihihi… makanya kasih duit dong! :p).

Pengalaman saya dulu, belajar memasak itu susah. Ketika ingin membuat brownies pertama kali, saya tak paham bagaimana cara mengetim coklat agar leleh (kalau sekarang sambil merem juga pasti bisa, pasti bisa gosong coklatnya hahaha…). Pertama ingin membuat bawang goreng, saya juga sama sekali tak tahu bagaimana membuat bawang itu krispi. Jadi, blog ini akan berisi hal kecil yang mungkin bagi sebagian orang cupu tapi bermanfaat bagi beginner dapur seperti saya.

Isi blog ini sebagian besar adalah resep yang telah diuji coba di dapur hangus kami atau artikel hasil membaca dan browsing. Semoga bermanfaat :).

Hormat kami,

Ika Rahma